Senin, 18 Juni 2012

kursor sirkular

Kamis, 14 Juni 2012

Meningkatkan kecerdasan manusia usia dini


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas dengan membawa potensi dan keunikan masing-masing yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas. Howard Gardner dalam bukunya Multiple Intelligences, menyatakan terdapat delapan kecerdasan pada manusia yaitu: kecerdasan linguistik/verbal/bahasa, kecerdasan matematis logis, kecerdasan visual/ruang/spasial, kecerdasan musikal/ritmis, kecerdasan kinestetik jasmani, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Tugas orangtua dan pendidik lah mempertahankan sifat-sifat yang menjadi dasar kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa, dengan memberikan faktor lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak dan kecerdasan anak.
Dalam faktanya, matematika merupakan salah satu matapelajaran di sekolah yang mendapatkan perhatian “lebih” baik dari kalangan guru, orangtua maupun anak. Selain matematika adalah termasuk matapelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN) juga masih ditemukan banyak pihak yang memiliki persepsi bahwa matematika adalah pengetahuan terpenting yang harus dikuasai anak.
Tetapi, dalam kenyataan yang dihadapi saat ini, masih terdapat anak yang belum dibekali kemampuan untuk berprestasi cemerlang di bidang matematika. Seolah-olah mereka, dihadapkan pada dua hal yang dilematis, di satu sisi mereka “harus” menguasai matematika, di sisi lain ia merasa lemah untuk belajar matematika. Mungkinkah hal ini, akibat dari sistem pendidikan kita yang salah? Pola pengasuhan orangtua yang keliru? Atau memang potensi matematisnya tidak dikembangkan sejak usia dini? Atau “jangan-jangan” mereka tidak mau belajar karena merasa tidak butuh dengan matematika.
Kecerdasan matematis memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun. Kecerdasan matematis logis dikategorikan sebagai kecerdasan akademik, karena dukungannya yang tinggi dalam keberhasilan studi seseorang. Dalam tes IQ, kecerdasan matematis logis sangat diutamakan. Oleh karenanya, matematika menjadi “bermakna” dalam kehidupan individu manusia.
B. Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini sistematis, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud kecerdasan logika matematika?
2. Bagaimana cara mengasah kecerdasan logika matematika pada anak?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi kecerdasan logika matematika.
2. Untuk mengetahui cara mengasah kecerdasan logika matematika pada anak usia dini.
D. Kerangka Berpikir
Rendahnya mutu pendidikan masih disandang bangsa . Hal ini dapat diminimalkan dengan mengoptimalkan pendidikan pada anak sejak dini, terutama pendidikan matematika. Mengingat image masyarakat terhadap matematika yang menganggap pelajaran yang menakutkan. Padahal, matematika dapat diberikan kepada anak sejak usia 0+ tahun.
Anak pada usia 0-6 tahun perlu mendapat perhatian khusus karena pada usia inilah kesiapan mental dan emosional anak mulai dibentuk. Penelitian terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menunjukkan bahwa mutu pendidikan dan keberhasilan akademis secara signifikan dipengaruhi oleh kualitas masukan pendidikan yaitu kesiapan mental dan emosional anak memasuki sekolah dasar.
Anak mulai belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya sejak bayi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan otak bayi dibentuk pada usia 0-6 tahun. Oleh sebab itu asupan nutrisi yang cukup juga harus diperhatikan. Para ahli neurologi meyakini sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia terjadi pada usia 4 tahun, 80% terjadi ketika usia 8 tahun, dan 100% ketika anak mencapai usia 8 - 18 tahun.
Itulah sebabnya, mengapa masa anak-anak dinamakan masa keemasan. Sebab, setelah masa perkembangan ini lewat, berapapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan meningkat lagi.
Bagi yang memiliki anak, tentu tidak ingin melewatkan masa keemasan ini. Berdasarkan kajian neurologi dan psikologi perkembangan, kualitas anak usia dini disamping dipengaruhi oleh faktor bawaan juga dipengaruhi faktor kesehatan, gizi dan psikososial yang diperoleh dari lingkungannya. Maka faktor lingkungan harus direkayasa dengan mengupayakan semaksimal mungkin agar kekurangan yang dipengaruhi faktor bawaan tersebut bisa diperbaiki.
Setidaknya terdapat 6 aspek yang harus diperhatikan terkait dengan perkembangan anak antara lain: pertama, perkembangan fisik: hal ini terkait dengan perkembangan motorik dan fisik anak seperti berjalan dan kemampuan mengontrol pergerakan tubuh.
Kedua, perkembangan sensorik: berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan panca indra dalam mengumpulkan informasi. Ketiga, perkembangan komunikasi dan bahasa: terkait dengan kemampuan menangkap rangsangan visual dan suara serta meresponnya, terutama berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan mengekspresikan pikiran dan perasaan. Keempat, perkembangan kognitif: berkaitan dengan bagaimana anak berpikir dan bertindak. Kelima, perkembangan emosional: berkaitan dengan kemampuan mengontrol perasaan dalam situasi dan kondisi tertentu. Keenam, perkembangan sosial: berkaitan dengan kemampuan memahami identitas pribadi, relasi dengan orang lain, dan status dalam lingkungan sosial.
orang tua juga dituntut untuk memahami fase-fase pertumbuhan anak. Fase pertama, mulai pada usia 0-1 tahun. Pada permulaan hidupnya, anak diusia ini merupakan suatu mahkluk yang tertutup dan egosentris. Ia mempunyai dunia sendiri yang berpusat pada dirinya sendiri. Dalam fase ini, anak mengalami pertumbuhan pada semua bagian tubuhnya. Ia mulai terlatih mengenal dunia sekitarnya dengan berbagai macam gerakan. Anak mulai dapat memegang dan menjangkau benda-benda disekitarnya. Ini berarti sudah mulai ada hubungan antara dirinya dan dunia luar yang terjadi pada pertengahan tahun pertama ( 6 bulan). Pada akhir fase ini terdapat dua hal yang penting yaitu: anak belajar berjalan dan mulai belajar berbicara.
Fase kedua, terjadi pada usia 2-4 tahun. Anak semakin tertarik kepada dunia luar terutama dengan berbagai macam permainan dan bahasa. Dunia sekitarnya dipandang dan diberi corak menurut keadaan dan sifat-sifat dirinya. Disinilah mulai timbul kesadaran akan "Akunya". Anak berubah menjadi pemberontak dan semua harus tunduk kepada keinginannya.
Fase ketiga, terjadi pada usia 5-8 tahun. Pada fase pertama dan kedua, anak masih bersifat sangat subjektif namun pada fase ketiga ini anak mulai dapat melihat sekelilingnya dengan lebih objektif. Semangat bermain berkembang menjadi semangat bekerja. Timbul kesadaran kerja dan rasa tanggung jawab terhadap kewajibannya. Rasa sosial juga mulai tumbuh. Ini berarti dalam hubungan sosialnya anak sudah dapat tunduk pada ketentuan-ketentuan disekitarnya. Mereka mengingini ketentuan-ketentuan yang logis dan konkrit. Pandangan dan keinginan akan realitas mulai timbul.
Untuk pendidikan matematika dapat diberikan pada anak usia 0+ tahun sambil bermain, karena waktu bermain anak akan mendapat kesempatan bereksplorasi, bereksperimen dan dengan bebas mengekspresikan dirinya. Dengan bermain, tanpa sengaja anak akan memahami konsep-konsep matematika tertentu dan melihat adanya hubungan antara satu benda dan yang lainnya.
Anak juga sering menggunakan benda sebagai simbul yang akan membantunya dalam memahami konsep-konsep matematika yang lebih abstrak. Ketika bermain, anak lebih terstimulasi untuk kreatif dan gigih dalam mencari solusi jika dihadapkan atau menemukan masalah.
Pada pendidikan matematika dapat diberikan misalnya pada pengenalan bilangan, terlebih dahulu diperdengarkan angka dengan menyebutkan angka satu, dua, tiga dan seterusnya. Dan perlihatkan benda-benda berjumlah satu, dua, tiga dan seterusnya, bukan berarti materinya langsung mengenalkan lambang bilangan "dua" karena anak akan bingung. Dengan bertambahnya kecerdasan dan umur barulah diperkenalkan ke lambang bilangan.
Pengenalan geometri, anak diberikan berbagai macam bentuk bangun misalnya bola, kotak, persegi, lingkaran dan sebagainya. Dengan memerintahkan anak mengambil bangun yang disebutkan nama dan ciri-cirinya.
Pengenalan penjumlahan dan pengurangan, pakailah bola berdiameter sama yang dapat digenggam. Untuk pengurangan, sebanyak bola diambil satu, dua, ..., dan . Sebaliknya penjumlahan dengan menambahkan satu, dua, ..., sampai empat pada bola yang tergenggam. Mengingat ciri khas pada setiap jumlah bola yang sering dilihatnya, anak pun akan melihat kejanggalan ketika dikurangi atau ditambah. Peristiwa tersebut membuatnya semakin memahami hakikat "bertambah" dan "berkurang", yang ditandai perubahan jumlah bola yang digenggamnya. Apalagi pada peragaan bola yang diameter dan warnanya beragam, pemahamannya tidak lagi terikat dengan ukuran, tetapi pada jumlah bola yang tampak.
Pengenalan hubungan atau pengasosiasian antara benda, misalnya berikan kotak dan dilanjutkan dengan memperlihatkan benda yang berbentuk kotak lain seperti kotak susu, bungkus sabun dan sebagainya. Dibenak anak dapat menghubungkan antar kotak yang satu dengan yang lainnya. Sehingga pendidikan matematika dapat diberikan kepada anak usia dini dimulai dari pendidikan keluarga, yang dilakukan oleh orang tua sebagai guru terdekat sang anak.
Peran penting yang dapat dilakukan orang tua yaitu sebagai: Pertama, pengamat. Orang tua mengamati apa yang dilakukan oleh anak sehingga dapat mengikuti proses yang berlangsung. Ketika dibutuhkan, orang tua dapat memberikan dukungan dengan mengacungkan jempol, mengangguk tanda setuju, menyatakan rasa sukanya, bahkan ikut bermain. Kedua, manajer. Orang tua memperkaya ide anak dengan ikut mempersiapkan peralatan sampat tempat bermain. Ketiga, teman bermain. Orang tua ikut bermain dengan kedudukan sejajar dengan anak. Keempat, pemimpin (play leader). Dalam hal ini orang tua berperan menjadi teman bermain, sekaligus memberikan pengayaan dengan memperkenalkan cara serta tema baru dalam bermain.
Pengaruh orang tua sebagai "guru" pada anak memiliki porsi terbesar dilingkungannya, sehingga orang tua dalam mendidik dapat beracuan: pertama, berorientasi pada anak (pupil centered). Dalam mengajar anak tidak dengan komunikasi satu arah dengan kata lain orang tua dinyatakan orang yang paling tahu dan paling pandai.
Kedua, dinamis. Dalam mendidik anak bawalah mereka sambil bermain dan orang tua dapat memancing anak untuk memunculkan ide kreatif dan inovatifnya. Ketiga, demokratis. Ini berarti, memberikan kesempatan pada anak untuk menuangkan pikirannya dan bersikap tidak sok kuasa.
BAB II
ISI
MENINGKATKAN KECERDASAN MANUSIA USIA DINI
A. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dapat diartikan menurut bahasa yaitu intelegensi. Sedangkan yang dimaksud intelegensi atau Intelek sama dengan Intelegere yang berarti memahami Intellectus atau Intelek adalah bentuk particium perpectum (pasif). Sedangkan Intellegens atau Intelegensi adalah bentuk particium praesens (aktif)
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu.
Dari sederet pengertian Intelegensi dan setiap orang yang berpendapat yang berbeda tentang Intelegensi maka kami menyimpulkan bahwa Intelegensi adalah suatu tata kelakuan menusia yang berbagai macam untuk berbuat sesuatu yang tepat dalam merespon sesuatu yang Ia terima dari segi berfikir dan bertindak.
B. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan
Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor Bawaan       
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat dan Bawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4. Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umum.
5. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.Kelima faktor tersebut di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.

C. Kecerdasan Majemuk atau Multiple Intelegensi
Sesungguhnya intelegensi atau kecerdasan anak berbeda-beda karena beberapa faktor. Dari perkembangannya kecerdasan dapat digolongkon bermacam-macam yang sering disebut multiple intelegensi atau kecerdasan majemuk.
Jadi kecerdasan bukan dinilai darites di atas meja. Yang dimaksud tes di atas meja yaitu tes IQ. Maka, untuk mengertikan inteligensi seseorang yang menonjol perlu dilihat bagaimana orang itu menghadapi persoalan nyata dalam hidup.
Dari penjelasan tersebut maka Gardner kemudian mengklasifikasikan kecerdasan. Klasifikasi kecerdasan yang sering disebut multiple intelegensi atau kecerdasan majemuk. Garner mengatakan bahwa, “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. (2002: 58).

Multiple Kecerdasan menurut Gardner
Ø Kecerdasan Linguistik (Bahasa).
 Kemampuan membaca, menulis,dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistic adalah penuulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak.
Ø Kecerdasan Logis-Matematis.
 Kemanpuan berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan, ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum.
Kemampuan menggunakan tubuh Anda secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para atlet, seniman tari atau akting atau dalam bidang banguan atau konstruksi.
Ø Kecerdasan Interpersonal (social). Kecerdasan Visual-Spasial.
Kemampuan berpikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan berbagai hal pada mata pikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara strategis.
Ø Kecerdasan Musikal.
Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi dengan baik, dapat memahami atau memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, composer, perekayasa rekaman
Ø Kecerdasan Kinestik-Tubuh.
 Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memeperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, polisi, pemuka agama, dan waralaba.
Ø Intrapersonal Kecerdasan.
 Kemampuan menganalis-diri dan merenungkan-diri, mampu merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh , pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang.
Pada tahun 1996, Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan (yaitu kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada godaan untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual.

Ø Kecerdasan Naturalis.
 Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya secara penuh.
Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa ada “banyak jendela menuju satu ruangan yang sama” di mana subjek-subjek pelajaran dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan.
D. Mengoptimalisasikan Kecerdasan Anak Sejak Dini
Peran orangtua pada dasarnya anak-anak sebagai generasi unggul tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka tumbuh dengan optimal.
Orang tua memegang peranan penting menciptakan lingkungan tersebut guna memotivasi anak agar dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi. Ini semua dapat dimulai sejak masa bayi. Suasana yang penuh kasih sayang, mau menerima anak apa adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik, semua merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya generasi unggul dimasa datang.
Memahami anak keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan para orang tua dalam hal memahami anak sebagai individu yang unik, dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satusama lain namun saling melengkapi dan berharga.Selain memahami bahwa anak merupakan individu yan unik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya memahami anak, yaitu bahwa anak adalah: anak bukan orang dewasa, anak adalah tetap anak-anak, bukan orang dewasa ukuran mini.
Mereka juga memiliki dunia sendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak. Untuk itu dalam menghadapi mereka dibutuhkan adanya kesabaran, pengertian serta toleransi yang mendalam.Dunia bermain mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh semangat apabila terkait dengan penuh suasana yang menyenangkan.
Anak selain tumbuh secara fisik, juga berkembang secara psikologis. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan tersebut.
Ø SenangMeniru
Anak-anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru. Orang tua dan guru dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru.
Ø Kreatif
Anak-anak pada dasarnya adalah kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya imajinasi tinggi, dan sebagainya. Namun begitu anak masuk sekolah, kreativitas anak pun semakin menurun. Hal ini sering disebabkan karena pengajaran di TK atau SD terlalu menekankan pada cara berfikir konvergen, sementara cara berfikir secara divergen kurang dirangsang.
Orang tua dan guru perlu memahami kreativitas yang ada pada diri anak-anak dengan bersikap luwes dan kreatif pula, hendaknya tidak selalu memaksakan kehendaknya terhadap anak-anak namun secara rendah hati mau menerima gagasan-gagasan anak yang mungkin tampak aneh dan tak lazim. Anak-anak yang dihargai cenderung terhindar dari berbagai masalah psikologis serta akan tumbuh dan berkembang lebih optimal.
Mengembangkan kecerdasan dan kreativitas Menyadari akan arti pentingnya orang tua bagi pengembangan kecerdasan dan kreativitas anak, maka sangat dianjurkan kepada setiap orang tua untuk meluangkan waktu secara teratur bagi putra-putrinya untuk mengembangkan kemampuan bahasa misalnya, biasakan agar orang tua rajin menjalin percakapan dengan si kecil. Ajaklah berdialog dan berilah kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya, sedangkan untuk mengembangkan kemampuan dasar matematika anak dapat diperkenalkan konsep matematika secara sederhana, misalnya menghitung jumlah anak tangga. Sementara untuk memuaskan kebutuhan ilmiahnya, anak bisa diajak menjelajahi dunianya dengan cara melakukan eksperimen, misalnya mengamati tumbuhnya kecambah, proses telur yang menetas dan sebagainya. Kaitkan semua kegiatan diatas sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dan selalu ditunggu oleh anak. Ini adalah hal-hal yang merangsang pengembangan kecerdasan anak.
Banyak dijumpai anak-anak yang memiliki kecerdasan dan kreativitas luar biasa adalah anak-anak yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tuanya. Orang tua John Irving misalnya, menghabiskan waktu berjam-jam bermain dan terlibat secara intelektual bersama John setiap hari, sehingga akhirnya ia menjadi penulis ternama. Begitu pula orang tua Steven Spielberg, tak jemu-jemunya berdialog dan melayani aneka pertanyaan serta rasa ingin tahu Steven, sehingga akhirnya ia menjadi sutradara film terkenal. Tak terkecuali orang tua Thomas Alva Edison memegang peranan penting bagi perkembangannya sehingga ia menjadi seorang penemu ulung.
Rumah yang menunjang kreativitas adalah rumah dimana anak dan orang dewasa yang berada didalamnya terlibat dalam kebiasan kreatif. Aktivitas mendongeng atau membacakan cerita sangat bersemangat untuk merangsang kecerdasan maupun kreativitas anak. Melalui dongeng, anak juga dapat diajak berkomunikasi serta mencoba untuk melontarkan suatu gagasan terhadap pemecahan suatu masalah. Dan melalui dialog batin si kecil dengan dongeng-dongeng yang didengarnya itu, tanpa sadar mereka telah menyerap beberapa sifat positif, sperti keberanian, kejujuran, kehormatan diri, memiliki cita-cita, menyayangi binatang, membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk, dan seterusnya.



Ø Mengembangkan kecerdasan emosional.
Beberapa ahli mengatakan bahwa generasi sekarang cenderung banyak mengalami kesulitan emosional, seperti misalnya mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah bertindak agresif, kurang menghargai sopan santun dan sebagainya, kecerdasan atau angka IQ yang tinggi bukanlah satu-satunya jaminan kesuksesan anak di masa depan. Ada faktor lain yang cukup populer yaitu kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional ini dapat dilatih pada anak-anak sejak usia dini. Salah satu aspeknya adalah kecerdasan sosial, dimana anak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain serta bertindak bijaksaadalam hubungan antar manusia. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, sikap saling menghargai, disiplin dan penuh semangat tidak mudah putus asa, semua ini memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosionalnya (Seto Mulyadi).










BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa setiap anak mempunyai intelegensi atau kecerdasan yang berbeda karena dipengaruhi oleh beberapa factor. Kecerdasan anak berbeda-beda dikembangkan pula kecerdasan majemuk atau multiple intelegensi yang dikembangkan oleh Gardner. Dengan adanya multiple kecerdasan kita harus tahu bahwa anak itu cerdas dalam hal apa. Dengan kita tahu, kita dapat mengoptimalkan kecerdasan anak.
B. Saran
Dari makalah “Mengoptimalkan Kecerdasan Anak Sejak Dini” semoga dapat diambil manfaat untuk penulis dan pembaca. Semoga pembaca dapat mengambil beberapa hal-hal yang penting dalam mengoptimalkan kecerdasan kepada anak. Dari pembahasan ini pula penulis mengalami banyak kendala. Maka banyak kesalahan oleh penulis. Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA

Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT Unnes Press
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

Peran wanita




A.      Pengertian Peran Wanita
Pengertian Peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa (W.J.S. Poerwadarminta. 1976).
Peranan dalam pengertian Sosiologi adalah perilaku atau tugas yang diharapkan dilaksanakan seseorang berdasarkan kedudukan atau status yang dimilikinya. Dengan lain perkataan, peranan ialah pengejawantahan jabatan atau kedudukan seseorang dalam hubungannya dengan sesama manusia dalam suatu masyarakat atau organisasi.
Kedudukan seseorang dalam masyarakat selain ditentukan oleh jabatan resminya berdasarkan hukum, ditentukan pula oleh adat, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, serta juga oleh kemampuan dan peranannya dalam masyarakat. misalnya : kedudukannya sebagai isteri tugas yang melekat dalam dirinya atau peranannya adalah mengatur rumah tangga; kedudukannya sebagai Lurah/Kepala Desa, peranannya mengatur desanya supaya sejahtera; kedudukannya Kepala Adat, peranannya menyelenggarakan upacara adat dan bertanggung jawab dalam membina kepercayaan/pengikutnya.Jadi kedudukan seseorang menentukan peranannya, sebaliknya perananyang dilakukan oleh seseorang dapat mempengaruhi dan merubah kedudukannya dalam masyarakat.
B.       Macam-macam peran wanita
·         Peranan Wanita Dalam Keluarga
Dalam membincangkan peranan wanita dalam keluarga,  perubahan telah berlaku pada peranan wanita sebagai isteri di dalam rumahtangga moden hari ini.  Secara tradisional peranan isteri adalah untuk mentadbir hal-ehwal rumahtangga dan keluarga tetapi dengan timbulnya cara hidup baru berlakulah peruhaban tertentu yang meluaskan lagi peranan para isteri.
Peranan wanita sebagai pengurus rumahtangga telah mengalami perubahan dengan adanya bantuan dari orang gaji,  pengetahuan sains dan teknologi yang telah mencipta pelbagai perkakas rumahtangga untuk memudahkan kerja-kerja mereka.   Tugas sebagai ibu dan jentera penambah zuriat juga telah mengalami perubahan dalam ertikata wanita tidak lagi menyerahkan nasib mereka bulat-bulat kepada takdir,  oleh kerana dengan adanya pengetahuan sains perubatan yang dapat mencipta alat-alat pencegah kehamilan,  ini menjadikan wanita perlu bangkit seiring dengan kemajuan yang dicapai tanpa meninggalkan sikap keluhuran,  kemurnian  dan  tatasusila seorang wanita.
Imej-imej dan tanggung jawab sosial seperti ini akan membawa kepada perubahan di mana peranan kaum isteri ini dilihat adalah amat besar dalam terus memberi sumbangan dalam pembangunan Negara.  Dalam pada itu juga,  seperti yang disuarakan oleh pemimpin peringkat nasional tentang krisis institusi keluarga di kebanyakan Negara dapat dikategorikan sebagai serius.  Kesan dan implikasi terhadap krisis ini akan memberikan kerugian jangka panjang kepada Negara terutamanya terhadap penghasilan golongan intelektual dan berkebolehan.
Keadaan krisis ini mampu menebalkan amalan bercirikan individualistik di kalangan masyarakatnya.   Akibatnya system nilai yang berteraskan keagamaan dan sosiobudaya mula kehilangan mekanisme kawalannya.   Kelonggaran pegangan pada system nilai tradisi yang tidak diimbangi dengan penerapan nilai positif baru yang berkesan boleh mendorong generasi muda kita terpengaruh dengan nilai yang bersifat negative yang diperolehi melalui media massa dan persekitaran di luar keluarga dan sekolah.   Ini akan mengakibatkan potensi salah laku murid-murid di sekolah,  penglibatan remaja dengan amalan lepak dan gejala dadah kian berleluasa.  Oleh yang demikian alternative yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini dengan menjadikan peranan kaum ibu sebagai penasihat dan pengasuh supaya dapat memulihkan keutuhan fungsi institusi keluarga.
Di sinilah peranan yang dimainkan oleh kaum ibu yang bergelar wanita adalah penting agar pembangunan dan kemakmuran Negara dapat dimajukan dengan baik tanpa mengorbankan pembangunan institusi keluarga.   Ini kerana sekiranya diperhatikan dalam institusi keluarga, kaum ibulah yang paling rapat dengan anak-anak dan sumbangan mereka dalam melahirkan generasi yang berpekerti mulia banyak terletak di tangan mereka.   Seperti mana yang diulas oleh Dr Muhammad Nur Munaty,  Presiden Angkatan Belia Islam  (ABIM),  yang mengatakan tugas dan peranan ibu adalah penting dalam menghalang anasir dan unsur yang coba untuk mempengaruhi pemikiran dan budaya anak-anak.
Sekiranya diteliti peranan itu wanita sebagai ibu di dalam system kekeluargaan bukanlah semata-mata untuk menjaga makan-minum,  kesihatan dan keselesaan hidup anak-anak tetapi juga yang terpenting ialah untuk mendidik,  mengasuh  dan  membimbing.   Ini kerana kesan kepada didikan pada anak-anak itu akan memberikan manfaat kepada diri,  keluarga,  masyarakat dan Negara secara keseluruhannya.   Sesungguhnya watak,  keperibadian anak-anak terletak sebahagian besar di atas isi dan cara pendidikan yang diberikan oleh ibu bapa. 
·         Peran  wanita dalam pembangunan negara
Berdasar data statistik penduduk jumlah perempuan di Indonesia sebanyak 50,3% dari total penduduk. Hal ini berarti di Indonesia jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Dengan jumlah perempuan yang demikian besar maka potensi perempuan perlu lebih diberdayakan sebagai subyek maupun obyek pembangunan bangsa. Peranan strategis perempuan dalam menyukseskan pembangunan bangsa dapat dilakukan melalui:
1. Peranan perempuan dalam keluarga
Perempuan merupakan benteng utama dalam keluarga. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dari peran perempuan dalam memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai generasi penerus bangsa.
2. Peranan perempuan dalam Pendidikan
Jumlah perempuan yang demikian besar merupakan aset dan problematika di bidang ketenaga kerjaan. Dengan mengelola potensi perempuan melalai bidang pendidikan dan pelatihan maka tenaga kerja perempuan akan semakin menempati posisi yang lebih terhormat untuk mampu mengangkat derajat bangsa.
3. Peranan perempuan dalam bidang ekonomi
Pertumbuhan ekonomi akan memacu pertumbuhan industri dan peningkatan pemenuhan kebutuhan dan kualitas hidup. Di sektor ini perempuan dapat membantu peningkatan ekonomi keluarga melalaui berbagai jalur baik kewirausahaan maupun sebagai tenaga kerja yang terdidik.
4. Peranan perempuan dalam pelestarian lingkungan
Kerusakan lingkungan yang semakin parah karena proses industrialisasi maupun pembalakan liar perlu proses reboisasi dan perawatan lingkunga secara intensif. Dalam hal ini perempuan memiliki potensi yang besar untuk berperan serta dalam penataan dan pelestarian lingkungan. (Lembaga Informasi Negara, 2001)

·         Peran Wanita dalam Reproduksi

Sejak berabad-abad yang lalu di Indonesia, khususnya masyarakat tradisional, peranan wanita memang selalu identik dengan pekerjaan rumah tangga. Aktifitasnya tak pernah jauh dari dapur dan tempat tidur. Seperti memasak, menghidangkan makanan, mengatur rumah, megurus anak, dan mempersolek diri untuk suami, sehingga tidak ada waktu untuk istri keluar rumah mengikuti pengajian, atau acara sosial lainnya. Padahal dalam agama tidak ada istilahnya lelaki lebih dari wanita ataupun sebaliknya wanita lebih dari laki-laki kecuali hanya dalam hal mencari nafkah. Semuanya adil sesuai dengan kodratnya masing-masing, mereka memiliki hak dan kewajiban masing-masing. 

Sudah menjadi kodrat wanita untuk melahirkan sehingga wanita sebagai mesin reproduksi (hamil, melahirkan, dan menyusui) harus mampu mengurus, mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Mengapa bukan Bapak yang merawat anak? Karena, sang Ibu sejak mengandung sampai dewasa lebih dekat dengan anak-anaknya. Sejak dalam kandungan, sang janin berposisi sujud dan melekat dalam rahim sang ibu. Saat itu, janin sudah dapat mendengar, merasakan, dan merekam seluruh aktifitas lahir dan batin sang ibu. Menitek, mulut  dan seluruh anggota badan balita menempel kayak prangko di tubuh ibunya. ASI adalah sari pati kejiwaan sang ibu kemudian kelak menjadi karakter sang anak. Tidak aneh apabila nanti memiliki model karakter kayak ibunya.   
Jika ada prilaku atau kata-kata anak yang dianggap salah dan kurang sopan, atau jika ada masakan yang kurang cocok, maka ibulah yang jadi sasarannya. Wanita atau istri dianggap sebagai penyebabnya dan dikakatakan tidak becus dalam mengurus keluarga. Sehingga terjadilah pertengkaran, kekerasan dalam rumah tangga yang akhirnya berujung pada perceraian. 
Ibu yang berstatus sebagai istri menjadi orang kepercayaan untuk menjaga denyut kehidupan rumah tangga beserta isinya. Istri yang baik adalah istri yang bila dipandang menyenangkan, bila diperintah suami dia patuh, bila ditinggal suami (mencari nafkah) ia bisa menjaga hartanya dan mendidik anak-anaknya serta mempertahankan kehormatannya. 
Ibu merupakan pendidik yang pertama, sejak dilahirkan dari rahim ibu, sang bayi yang belum mampu melakukan sesuatu uantuk mempertahankan hidupnya, ibu jualah yang menjaga dan membelainya. Dalam dekapan ibu, bayi yang lemah mendapatkan sentuhan kasih sayangnya. Inilah salah satu rahmat Allah. Stigmati sebagai mahluk yang lemah sering menyertai kaum ibu. Padahal mereka adalah insan yang memiliki potensi yang luar biasa. Namun karena terabaikan oleh kaum Adam yang senantiasa mendapatkan prioritas, seringkali menenggelamkan potensi kaum ibu dan tidak dapat teraktualisakan. Pradigma ini harus dirubah. Bapak dan Ibu sama-sama memiliki potensi yang harus dikembangkan. Untuk itu ada tiga hal yang dapat dilakukan, kita singkat dengan tiga “E”, yaitu:
1.      Enlighten (pencerahan), maksudnya membuka wawasan kaum ibu yang dapat mengasah kreatifitasnya.
2.      Edukate (pendidikan atau pembelajaran), maksudnya meningkatkan pengetahuan kaum ibu sebagai bekal mereka dalam mendidik putra putrinya.
3.      Empowerment (pemberdayaan), maksudnya memberikan kesempatan dan motivasi untuk mendorong kaum ibu untuk mengembangkan talentanya, bakat dan keterampilannya. Sehingga mereka dapat mandiri dan ikut berperan dalam rumah tangga dan lingkungan masyarakat. 

Pada masa sekarang ini keterlibatan wanita dalam sektor produksi sudah biasa. Ada wanita yang full bekerja di luar rumah sama dengan pria. Misalnya petani, kalau tiba musim tembakau, wanitalah yang banyak ikut andil dalam produksi tersebut, yaitu mulai menanam, menyiram, bahkan ada yang mencangkul sendiri  meskipun masih ada yang menggunakan jasa orang lain. Ada juga sebagian yang lain memilih kerja paruh waktu atau menjadikan rumah tinggal mereka sebagai pusat dari kegiatan wanita mencari nafkah, seperti berjualan, alasanya anak-anaknya tetap dididik dan diawasi. 

Bekerja paruh waktu atau penuh, berarti wanita sudah ikut berperan sebagai pencari nafkah keluarga (produksi), walupun begitu keterlibatan wanita di sektor produksi tidak berdampak pada perlakuan yang sama untuk suami dalam mengurus keluarga dan anak. Tugas domestik tetap dianggap kerja istri, suami jarang sekali yang terlibat mengurus rumah tangga dan anak-anaknya secara intens. Salah satu suami penyebab suami bersikap seperti itu adalah kebijakan yang dibuat pemerintah. Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, perkawinan yang secara ikplisit menyebutkan, suami adalah kepala rumah tangga, istri adalah pengurus rumah tangga. Dampaknya, pada sat wanita ikut berperan dalam aktifitas ekonomi peran tersebut masih dianggap sampingan. 

Saat ini banyak wanita yang berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya tetap dominan dalam mengurus anak-anak dan keluarganya. Tidak jarang dalam kondisi lelah sepulang kerja wanita masih harus memasak untuk makan malam keluarga dan membantu mengerjakan PR anak. Waktu senggang wanita dihabiskan di rumah, sementara suami   pergi olah raga atau berkumpul bersama teman-temannya. Ironisnya lagi dampak negatif yang penulis temukan, apabila penghasilan istri lebih tinggi dari pada suami, mengakibatkan kewibawaan suami selaku kepala keluarga berkurang. Istrilah yang memimpin arus ekonomi keluarga,sedangkan suami hanya mengikuti kehendak istri dan tidak punya daya untuk mengubah hal tersebut. Sementara di tempatnya bekerja, wanita adalah warga kelas dua. Berdasarkan pemetaan Badan Pusat Statistik, bahwa rata-rata penghasilan yang diterima pekarja perempuan 60 % dari upah pria. Perempuan dianggap mudah dikendalikan, tidak banyak menuntut dan bersedia digaji rendah. Di Indonesia juga terdapat kecenderungan untuk memberikan tunjangan hanya kepada pekerja pria. Tujnjangan anak dan suami hampir tidak ada. Belum lagi ketentuan perusahaan yang mensyaratkan pekerja perempuannya untuk tidak melakukan reproduksi dahulu selama kurun waktu tertentu. Perusahaan juga beranggapan, cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefesiensi. Perlu diketahui bahwa sebelum wanita terjun ke dunia publik, haruslah terlebih dahulu melihat sisi plus minusnya. Positifnya, jelas perekonomian keluarga akan meningkat, sebab suami istri sama-sama bekerja dan anak-anakpun akan melihat bahwa ibunya adalah seorang pekerja yang ulet, cerdas dan rajin bekerja. Namun di sisi lain banyaknya waktu yang dihabiskan di luar rumah (mencari nafkah) membuat kita merasa prihatin, sebab anak-anak  merasa dirinya jarang bersantai bersama orang tuanya. Seorang ibu yang seharusnya memperhatikan tumbuh kembang anak dan teman bermain bagi anak-anaknya juga sebagai inspirasi dan lentera keluarga, justru mengabaikannya lantaran kesibukan yang ada di luar rumah. Sehingga pertumbuhan fisik dan jiwa mereka kurang mendapatkan perhatian secara  maksimal yang akhirnya anak bisa terjerumus ke jurang kenakalan remaja.

C.    Masalah-masalah yang dialami oleh wanita
ü  Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Adalah Seseorang Wanita Dewasa yang belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
CIRI-CIRI ANTARA LAIN :
1.      Wanita Dewasa, belum menikah (adalah wanita anak fakir miskin) atau janda (adalah wanita sebagai Kepala Keluarga), berusia 18 – <6 0 tahun
2.      Penghasilan tidak memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
ü  Wanita yang Menjadi Korban Tindakan Kekerasan atau Diperlakukan Salah
Adalah Wanita yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindakan kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarganya atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
CIRI-CIRINYA ANTARA LAIN :
1.    Wanita yang berusia 18 – < 60 tahun
2.    Wanita yang diperkosa atau dianiaya










BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Dari hasil penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa peranan seorang wanita dalam kehidupan sangatlah banyak dan penting. Wanita zaman modern seperti ini bukan hanya terikat oleh hal-hal yang lazim seperti dapur, merawat anak dan melayani suami. Tetapi sekarang seorang wanita sudah dapat mengembangkan sayap dalam berkiprah di dunia politik, militer, pendidikan dan lain-lain yang selama ini dianggap tidak dapat dilakukan oleh seorang wanita. Dulu wanita selalu dinomor duakan sesudah kaum lelaki, tetapi setelah zaman emansipasi, kini derjat kaum hawa sudah dapat diperhitungkan keberadaannya.

B.       Saran
Menurut penulis, sebaiknya peran wanita dalam kehidupan harus lebih diperhatikan lagi untuk mencapai kesetaran gender. Sehingga tidak ada lagi masalah atau pun eksploitasi yang mengancam kehidupan seorang wanita saat ini. Apalagi saat ini sudah zaman emansipasi wanita, jadi tidak salah kalau dalam mengerjakan sesuatu dapat menyertakan wanita dalam kegiatan tersebut.